Potret Desa Kajen Pati, Pusat Pendidikan Islam dan Kebudayaan

Pati, palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Beberapa kali Islam dan Kebudayaan dibentur-benturkan. Namun, di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati justru Islam dan kebudayaan mampu bergandengan bersama, berkembang, dan berakulturasi.

Padahal, Desa Kajen notabene merupakan desa yang terkenal dengan kawasan santri, yang memiliki lebih dari 50 pondok pesantren.

Menurut salah satu penggagas Jelajah Pusaka Kajen, Muhammad Zuli Rizal, meskipun memiliki kawasan yang sangat kecil, namun Desa Kajen memiliki nilai historis sejarah yang sangat panjang.

Terlebih Kajen dulunya termasuk daerah perdikan atau daerah yang dibebaskan dari pungutan pajak oleh keraton Surakarta pada zaman sebelum kemerdekaan. “Tentunya di Kajen sendiri ada semacam suatu yang istimewa. Tanah banyak kalangan orang yang berdarah biru,” ungkapnya.

Baca Juga :   Selama Bulan Ramadan, SPFA Gelar Ajang Ramadan Cup

Desa Kajen juga memeliki banyak situs dan cagar budaya peninggalan tokoh-tokoh besar zaman dulu yang berada ditemukan di Desa Kajen. Salah satunya Mbah Muttamakin.

“Mbah Muttamakin itu punya ajaran dalam arti kata tarekat-tarekat beliau itu dipahat di ukiran yang ada di masjid Kajen,” paparnya.

Menurutnya, Masjid Kajen menjadi salah satu bukti bahwa Islam dan Budaya di Kajen mampu berdampingan. Di masjid tersebut banyak terdapat ornamen-ornamen yang melukiskan kebudayaan Jawa kuno. Seperti naga, burung, huruf pegon itu diukir di atas mimbar masjid itu dan papan bersurat di depan imam.

“Itu adalah salah satu manifestasi suatu karya luar biasa bahwa Jawa dan Islam itu bisa diakulturasikan dan contohnya di masjid Kajen yang sudah berdiri sekitar 300 tahun yang lalu. Kalau menurut dari Mas milal bizawi tahun 1695,” imbuhnya.

Baca Juga :   Pegunungan Kendeng akan Kembali Dihijaukan

Desa Kajen, lanjutnya juga banyak menyimpan manuskrip-manuskrip kuno. Salah satunya peninggalan Mbah Ahmad Muttamakin Kajen. Manuskrip tersebut dapat menggambarkan bagaimana dakwah Islam menggunakan adat kebudayaan Jawa.

“Manuskrip tersebut menceritakan serat dewa Ruci itu dengan perspektif tasawuf ajaran beliau. Inilah sangat luar biasa. Bagaimana mistisisme Jawa atau cerita pewayangan itu bisa dijadikan bahan dakwah Mbah Muttamakin,” jelasnya.

Selain itu, masyarakat Desa Kajen sampai sekarang juga masih mempertahankan kegiatan setiap tanggal 10 Suro. Dari mulai para kyai sampai masyarakat awam bersatu padu memeriahkan tradisi tersebut.

“Dan masih banyak sekali, seperti kayak tradisi manganan. Kalau punya nadzar itu biasanya orang-orang di Kajen itu semacam membuat Ingkung yang diantarkan ke makam itu dimakan oleh anak-anak pondok, orang ngaji di sarean. Akhirnya ya malah menjadi nilai shadaqah yang luar biasa,” pungkasnya. (*)

Baca Juga :   Buka Bazar Ramadan, Safin Tegaskan UMKM Sebagai Pilar Perekonomian Desa

 

Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook, twitter dan instagram

Redaktur: Atik Zuliati

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati