palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com– Pimpinan pesantren di Bandung, HW (36) pelaku pemerkosaan pada 12 santriwati diduga melakukan eksploitasi ekonomi terhadap sumbangan anak korban pemerkosaan.
Diketahui anak santriwati korban pemerkosaan tersebut diakui sebagai anak yatim piatu.
“Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak,” ujar Wakil Ketua LPSK RI Livia Istania DF Iskandar dalam keterangan yang diterima detikcom, Kamis (9/12/2021).
Livia juga mengatakan ponpes mendapatkan dana BOS dengan penggunaan yang tidak jelas. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik korban diambil oleh pelaku.
“Serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru,” ujar Livia.
Dalam kasus ini, LPSK saat ini melindungi 29 orang terdiri dari pelapor, saksi dan korban saat memberikan keterangan dalam persidangan.
“Dari 12 orang anak di bawah umur, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku,” tutur Livia.
Saat ini, korban didampingi LPSK mulai dari dari penjemputan, pendampingan, perlindungan dalam persidangan, akomodasi penginapan dan konsumsi serta pemulang telah diberikan untuk memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu Majelis Hakim dalam membuat terang perkara.
Para korban dan saksi diakuinya belum cukup umur untuk didampingi orang tua. LPSK dalam hal ini membantu rehabilitasi psikologis bagi korban.
“LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di RS,” kata Livia. (*)
Artikel ini telah tayang di Detik News dengan judul “Pelaku Jadikan Anak yang Dilahirkan Santri Korban Pemerkosaan untuk Minta Sumbangan”
Redaksi palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com