Jakarta, palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Pada Senin (11/4/2022) mendatang sekumpulan mahasiswa yang tergabung Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara berencana menggelar aksi demo di Istana Negara, Jakarta.
Namun, niat tersebut tampaknya batal terwujud setelah BEM Nusantara diajak bertemu dengan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Wiranto, Jumat (8/4/2022)
Setelah Koordinator BEM Nusantara Pulau Jawa, Marzuki rampung menemui Wiranto. Dirinya mengaku akan mengkaji ulang tuntutan yang akan disuarakan pada aksi demo mendatang.
“Belum tentu kalau dari internal kita sendiri, karena masih dalam tahap kajian. Kemarin kami sudah konsultasi, tapi belum ada kesepakatan, ikut,” ujarnya.
Dalam pertemuan dengan Wiranto, Marzuki menepis adanya intervensi pelarangan turun ke jalan. Mereka sempat berdebat soal persoalan bangsa yang terjadi belakangan ini.
“Enggak, kami debat juga di dalam kan. (Soal) minyak goreng, terkait IKN (Ibu Kota Negara) juga,” jelas Marzuki.
Dalam pertemuan itu mereka berdiskusi selama dua jam, mulai dari isu-isu terkini mulai dari kenaikan harga minyak goreng hingga wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Hari ini atas seizin Presiden kami melakukan pertemuan dengan teman-teman mahasiswa, BEM Nusantara untuk mengkomunikasi hal-hal yang saat ini kita hadapi, yang negeri ini sedang menghadapi,” ungkap Wiranto usai bertemu dengan BEM Nusantara di kantornya, Jakarta Pusat.
Dalam momentum penting itu, para mahasiswa menyampaikan beberapa hal, mulai dari masalah minyak goreng, kartel, hingga kenaikan bahan-bahan pokok.
“Masalah perpajakan, masalah energi, disampaikan dan yang terakhir masalah jabatan presiden tiga periode, perpanjangan penundaan pemilu,” urai mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.
Wiranto pun menjawab sejumlah isu yang dilontarkan perwakilan BEM Nusantara, termasuk soal penundaan Pemilu 2024. Ia menegaskan bahwa Pemilu 2024 tidak mungkin ditunda, karena harus mengamandemen UUD 1945 lebih dulu.
“Tadi teman-teman berdebat dengan itu. Maka jawabannya ya tidak mungkin. Mengapa? Yang pertama karena menyangkut UUD 1945, mengamandemen UUD itu persyaratannya berat sekali. Kalau di dalam persyaratan yang saya baca, itu kehendak masyarakat Indonesia. Yang dipresentasikan dalam majority di MPR,” imbuhnya.
Dia menuturkan harus ada majority dalam MPR yang setuju bahwa perubahan di UUD 1945 mengenai jabatan Presiden. Wiranto pun meminta BEM Nusantara berpikir rasional.
“Kita gunakan rasio kita untuk mencoba apakah itu mungkin? Ternyata memang jawabannya tidak mungkin. Kenapa? Karena MPR itu kan DPR plus DPD. DPR sendiri dari 9 parpol hanya 3 parpol yang setuju mengubah itu. 6 parpol tidak setuju. Dibawa ke MPR, ditambah DPD, DPD tidak setuju. Jadi mana mungkin terjadi perubahan amandemen UUD 1945 mengenai jabatan presiden 3 periode?” bebernya.
Kedua, kata dia, sampai sejauh ini tidak ada kegiatan apapun di DPR. Lembaga pemerintah, lembaga pemilu, yang mengisyaratkan persiapan-persiapan penundaan pemilu pun tidak ada. Kemudian ketiga, Wiranto menuturkan pemerintah saat ini sedang sibuk dengan urusan melakukan penyehatan ekonomi nasional dalam situasi global yang tidak menguntungkan serta menyelesaikan mitigasi pandemi Covid-19.
“Jadi tidak ada sama sekali kehendak membahas perpanjangan masa jabatan 3 periode. Yang keempat, sudah berkali kali presiden menjawab kadang dianggap angin lalu saja terhapus hiruk pikuk joks dan pemberitaan lain,” ungkapnya.
Wiranto juga menegaskan bahwa Jokowi sudah tidak ingin membahas wacana tiga periode. Pertama pada 2019, Jokowi menolak perpanjangan masa jabatan itu. Dia menilai orang-orang yang melontarkan ide tersebut seperti menampar mukanya.
Kedua, kata Wiranto, Jokowi juga sempat menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak tertarik.
“Yang ketiga saat wacana penundaan pemilu beliau juga komentar saya patut taat kepada konstitusi. Bahkan yang terakhir tiga hari lalu beliau katakan para menteri sudah cukuplah jangan bicara lagi tentang pemilu jabatan 3 periode perpanjangan jabatan sudah cukup,” bebernya.
“Artinya apa? Dengan ke-empat argumentasi ini sebenarnya sudah jelas wacana itu akan berhenti di wacana karena tidak akan dapat diimplementasikan diwujudkan dan dilaksanakan karena alasan alasan tadi itu,” bebernya.
Dia pun mempertanyakan mengapa masih meributkan. Padahal menurut dia hal itu tidak bisa diperdebatkan dan akan menjadi sia-sia.
“Kita hanya menghamburkan tenaga yang tidak perlu padahal ada pekerjaan lain yang harus kita selesaikan,” pungkasnya. (*)
Redaksi palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com