Pati, palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Bagi warga Pati tentunya tak asing dengan sosok bapak paruh baya yang menenteng kotak besi sambil memainkan alat musik gesek. Ialah Edi Kisworo (46) pedagang arum manis rambut nenek yang biasa berjualan keliling Pati kota.
Uniknya, Edi sendiri nyatanya bukan warga Kabupaten Pati melainkan warga Kabupaten Jepara. Sehari-hari ia melakukan perjalanan pulang pergi (PP) dari Jepara ke Pati.
Setiap hari Edi harus naik moda transportasi bus antar provinsi untuk berjualan. Berangkat dari Jepara pukul 03.00 dini hari dan baru pulang Pukul 20.00 malam.
Edi menceritakan, usaha arum manis rambut nenek adalah usaha turun-temurun keluarga. Ia sendiri mulai menggeluti ushaan panganan tradisional ini sejak masih berada di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 3.
“Saya Edi kisworo, asli Jepara Ini turun temurun dari bapak, mulai jualan aktif sejak kelas 3 SD,” ujar Edi saat ditemui palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com di depan kantor Arpusda Pati, Senin (25/4/22).
Edi mengaku lebih senang berjualan dengan berjalan kaki meski usianya tak lagi muda, karena menurutnya cara ini paling cepat mendapatkan pelanggan.
“Kalau Saya mangkal rutin di rumahsakit (RSUD Soewondo) istirahat di sana , atau keliling ke Ngantru ke Tanjang (Kecamatan Gabus), lalu ke Gilis, Kemiri, Ngrandu, dan Pati kota,” kata Edi.
Edi menjelaskan arum manisnya dibuat dari bahan baku gula, tepung, air, dan minyak goreng. Dalam membuat adonan ia masih menggunakan alat-alat tradisional.
“Cara membuat nya kaya membuat gulali, gula 1 kilo digodok dengan satu gelas air, minyak, tepung terigu. Digidog bersama . Di bawahnya kasih air. Setelah jadi gukali ditiriskan. Gula dicampur tepung lalu dibentuk ditarik-tarik sampai jadi gulali,” teranya.
Dalam sehari ia bisa memproduksi sekitar 1-3 kilo arum manis. Dan bisa mendapatkan penghasilan antara Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu rupiah.
Edi mengaku di bulan Ramadan tahun ini omsetnya menurun, karena pembeli di siang hari tidak banyak. Belum lagi harga minyak goreng dalam beberapa bulan terakhir juga makin mahal sehingga ongkos produksinya membengkak.
“Kalau Ramadan turunnya banyak. Paling banyak sekarang dapat Rp 150 ribu. Rp 50 ribu untuk umbal, Rp 100 ribu maringi adik, Rp 50 untuk bahan. Minyak mahal saya harus ngakali supaya penghasilannya cucuk,” terangnya.
Meski ada Pandemi Covid-19 menurut Edi kondisi tersebut memengaruhi minat pelanggan untuk membeli arum manis, lantaran harga yang ia tawarkan masih terjangkau yakni antara Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu.
“Pandemi tetap payu. Soalnya yang senang bukan cuma anak kecil, orang tua ya senang ada juga yang bawa mobil beli. Ini sudah terkenal karena keliling,” katanya
Edi mengaku selama fisiknya masih mumpuni ia akan setia melakoni pekerjaan ini, karena selain merupakan kegemarannya menjual arum manis rambut nenek adalah warisan keluarga. (*)