palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Kalian masih sering berpikir negatif? banyak ahli psikologi menyarankan untuk selalu mengembangkan pemikiran yang positif. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan juga mental. Berpikir positif berbeda dengan toxic positivity.
Jika toxic positivity membuat orang tidak mengakui rasa sedih dan kecewa, berpikir positif adalah suatu optimisme. Anda tidak menyembunyikan perasaan sedihnya, namun tetap yakin bahwa setiap kegagalan Akan membuat mereka lebih baik.
Berpikir positif dapat menghilangkan pemikiran negatif. Hal itu juga dapat meningkatkan suasana hati, juga baik bagi otak Anda.
Dengan demikian, berprasangka baik memang lebih penting bagi kesehatan fisik dan mental, dibanding prasangka buruk. Para ahli mengatakan bahwa pola pikir negatif yang berulang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan masalah dengan memori.
Dalam sebuah studi, para peneliti di University College London mengatakan bahwa mereka yang cenderung sering memiliki pemikiran negatif dikaitkan dengan penurunan kognitif akibat peningkatan jumlah simpanan protein tau di otak yang meningkatkan risiko demensia.
Natalie L. Marchant, DPhil, penulis utama penelitian dan peneliti senior di Universitas College London mengatakan bahwa pola pikir yang mengarah ke negatif menyebabkan depresi dan kecemasan, yang merupakan faktor risiko demensia. Hal tersebut menjadi alasan mendasar mengapa orang dengan gangguan tersebut lebih mungkin mengembangkan demensia.
“Dibandingkan dengan penelitian lain yang menghubungkan depresi dan kecemasan dengan risiko demensia, kami memperkirakan pola berpikir negatif kronis dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan risiko demensia. Kami tidak berpikir bukti menunjukkan bahwa (berpikir negatif) jangka pendek akan meningkatkan risiko demensia,” kata Marchant, dilansir dari Healthline.
Dalam melakukan penelitian ini, mereka meminta 300 orang yang berusia di atas 55 tahun untuk menanggapi pertanyaan yang menunjukkan bagaimana perasaan mereka tentang pengalaman negatif. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berfokus pada pola-pola yang sering terlihat dalam pemikiran negatif yang berulang-ulang, seperti merenungkan peristiwa masa lalu atau kekhawatiran tentang masa depan.
Peneliti menilai fungsi kognitif peserta, termasuk perhatian, bahasa, kognisi spasial, dan perhatian dalam menemukan hasilnya. Selain itu, 113 peserta menjalani pemindaian PET untuk mengukur jumlah penumpukan protein tau dan amiloid di otak mereka, yakni senyawa yang meningkatkan risiko Alzheimer.
Para peneliti menemukan bahwa peserta yang menunjukkan pola berpikir negatif berulang jangka panjang mengalami lebih banyak penurunan kognitif dan penurunan memori. Mereka juga memiliki penumpukan dan protein tau di otak lebih banyak dibanding mereka yang memiliki pemikiran negatif jangka pendek.
Helen Kales, seorang profesor dan ketua departemen psikiatri di Universitas California, Davis, mengatakan bahwa penelitian tersebut memberikan kemungkinan tentang risiko mendasar terkait depresi atau kecemasan, yakni pemikiran negatif yang berulang.
“Apa yang penting dari penelitian ini adalah bahwa risiko mendasar yang terkait dengan depresi atau kecemasan mungkin adalah pemikiran negatif berulang yang terkait dengan keduanya,” kata Kales.
Oleh sebab itu, para peneliti menyarankan untuk melakukan mindfulness, meditasi, dan terapi bicara yang ditargetkan dapat membantu mengurangi pemikiran negatif berulang.
“Bagi banyak orang, hal ini dapat dikurangi dengan terapi yang bersifat perilaku, termasuk mindfulness. Mindfulness adalah praktik fokus, kesadaran, dan penerimaan pikiran seseorang tanpa menghakimi. Ada bukti jelas yang mendukung kemampuan mindfulness untuk mengurangi perenungan,” kata Kales.
Dr Jacob Hall, ahli saraf di Stanford Health Care di California, mengatakan beberapa pikiran negatif adalah bagian normal dari kehidupan. Namun dia mencatat pola pikir positif dapat memberikan berbagai manfaat.
Pola pikir positif meningkatkan kualitas hidup, karena mengurangi depresi, kecemasan, dan sebagainya, juga dapat mengurangi risiko berbagai masalah kesehatan, termasuk demensia. (*)
Redaksi palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com