Pati, palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Konflik antara warga Desa Pundenrejo Kecamatan Tayu dengan salah satu perusahaan, PT Laju Perdana Indah (LPI) mengenai Hak Guna Bangunan (HGB) masih terus bergulir hingga kini.
Belum ada titik temu atas permasalahan tersebut. Para petani Pundenrejo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) melakukan aksi penyataan sikap yang digelar pada Minggu, (24/9/2023).
Dimana dalam konflik agraria yang terjadi tersebut, masyarakat mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) agar tidak lagi menerbitkan izin HGB dari PT LPI.
Zaenudin, sebagai salah satu masyarakat yang tergabung dalam Germapun mengungkapkan aksi yang dilakukan merupakan bentuk harapan nyata yang diinginkan oleh para masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Dimana mereka menginginkan agar lahan pertanian yang dijadikan sebagai sumber kehidupan dapat dikembalikan ke para petani.
Secara tegas, pihaknya menyatakan agar BPN selaku bidang yang bertanggung jawab atas kasus tersebut, untuk dapat segera memberikan solusi dari permasalahan yang sudah cukup lama terjadi itu.
“Pada dasarnya kami hanya ingin menunjukkan bahwa tanah itu berhak dan layak untuk dimiliki dan ditinggali oleh petani Pundenrejo. Dan kami ingin meminta BPN, yang selama ini kita sudah sering bolak-balik, namun tak ada titik temu,” tegasnya saat dihubungi usai aksi tersebut.
Sementara itu dari salah satu pendamping hukum atas perjuangan petani Pundenrejo, yakni Fajar Muhammad Andhika menyatakan bahwa petani Pundenrejo bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang telah mendatangi langsung Kanwil Kementerian ATR/BPN Jawa Tengah guna menyelesaikan sengketa lahan yang terjadi.
Yang mana pada agenda tersebut, pihaknya telah menyiapkan berbagai jenis dokumen yang dibutuhkan. Diantaranya seperti surat pernyataan keberatan atas HGB dan juga surat permohonan redistribusi lahan pertanian.
Fajar Muhammad Andhika menjelaskan bahwa secara hukum PT LPI dianggap salah dalam menggunakan kewenangan izin. Ia mengatakan sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 86 Peraturan Menteri Agraria telah gamblang disebutkan bahwa HGB hanya bisa digunakan untuk usaha non pertanian.
Sementara itu, hingga kini PT LPI justru menggunakan lahan tersebut untuk melakukan pertanian berupa penanaman tanaman tebu.
“Kami bersama dengan Germapun sudah datangi langsung Kanwil Kementerian ATR/BPN Jateng, sudah kita siap dokumen berkaitan itu. Namun hingga kini tak ada tindakan dari dari BPN atas tindakan penyalahgunaan HGB ini,” jelasnya.
Untuk informasi bahwa lahan yang dikuasai oleh PT LPI tersebut, sudah menjadi lahan pertanian yang digarap oleh warga masyarakat Pundenrejo sejak 1950. Permasalah mulai muncul sejak tahun 2000 lahan pertanian berpindah tangan menjadi kepemilikan Bappipundip.
Satu tahun berselang, yakni 2001 lahan justru dipindahtangankan kepada PT LPI sampai saat ini. Lahan yang ditelantarkan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh warga dijadikan sebagai lahan produktif untuk pertanian. (Asy)