Pati, palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2023 sekarang masih belum menemukan titik terang.
Jika tidak ada kesepakatan, maka penyusunan Raperda CSR ini akan mengalami pemberhentian. Seharusnya penyusunan Raperda CSR bisa diberlakukan di tahun 2023 ini terpaksa berhenti di tengah jalan. Dengan penyebab, pihak eksekutif tidak sejalan dengan legislatif.
Diketahui, tujuan dari pembentukan Raperda CSR adalah guna mengkroscek besaran CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pabrik yang ada di Kabupaten Pati.
Menanggapi hal itu, Ketua Panitia Khusus (pansus) pembentukan Raperda CSR sekaligus Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Pati, Sukarno menegaskan jika penyusunan Raperda CSR tidak menemukan titik terang maka akan terpaksa dibatalkan.
Sehingga perihal ini membuatnya harus memutar otak maupun akan berjuang keras agar Raperda CSR ini dapat diselesaikan dengan baik.
“Terpaksa dibatalkan. Karena kita kembali ke peraturan, bahwa peraturan daerah itu yang membuat eksekutif dan DPRD, salah satu pihak tidak sepakat ya tidak jadi. Paling kita ya berusaha dengan kesabaran menjelaskan, menyampaikan kalau saya sendiri mempunyai gagasan. Perusahaaan saya undang duduk bersama,” tegas Sukarno.
“Tahun kemarin itu harus sudah clear tahun 2022, paling tidak awal tahun 2023 sudah jalan. CSR kan gini, tahun 2023 yang dikeluarkan itungan 2022,” imbuh dia.
Menurutnya, pemberhentian pembentukan Raperda CSR di Kabupaten Pati disebabkan besaran CSR tidak disetujui oleh lembaga eksekutif. Dimana DPRD Kabupaten Pati sudah mengarahkan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menentukan besaran minimal CSR sesuai dengan usualan yang ada.
Meskipun begitu, lembaga eksekutif ada yang memberikan alasan keberatan dalam menentukan besaran minimal CSR. Imbasnya menghambat investasi dinilai tidak sesuai.
“Belum ada kata sepakat kaitan besaran minimal CSR yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan atau pabrik dari keuntungan bersih ya. Yang perlu kita tekankan presentase batas minimal dari keuntungan bersih. Kalau ada anggapan itu memberatkan pengusaha saya rasa tidak, wong dari keuntungan bersih,” bebernya. (*)