Pati, palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) jika tidak segera dikendalikan ataupun ditangani kondisinya bisa berdampak adanya kenaikan kasus secara signifikan.
Salah satu tempat yang berpotensi menjadi penularan penyakit tersebut adalah tempat karaoke. Pasalnya jika dilihat dari kondisi terdahulu, banyak tempat karaoke yang digunakan untuk praktik prostitusi.
Namun, hingga kini tempat karaoke di wilayah Kabupaten Pati sudah tidak diperbolehkan dan diperizinkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).
Keterangan ini disampaikan oleh Plt Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pati, dr Joko Leksono Widodo. Dirinya mengatakan bahwa saat ini kebanyakan yang diperbolehkan yakni hanya di hotel berbintang.
“Kondisinya akan semakin naik kalau penyakit HIV ini tidak segera dikendalikan. Dan pada akhirnya orang larinya ke hotel, atau tempat-tempat protistusi sehingga menyusahkan untuk menemukan mereka,” jelasnya.
dr Joko menambahkan, ketika orang sudah terkena HIV maka yang dikendalikan hanya penyakitnya. Sedangkan dalam upaya pemberantasan penyakit tersebut, pihak Dinkes Pati harus melibatkan pihak terkait.
Jika sudah terkena HIV, maka penderita harus selalu diberikan edukasi dan pengobatan gratis berupa Antiretrovital (ARV) dengan tujuan mengurangi dan memperpanjang masa hidupnya.
“Dinas Kesehatan tidak bisa memberantas sendiri. Harus melibatkan Pemda juga, harus secara kompresif dalam penanganannya. Intinya banyak memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, agar mereka tahu bahwasannya penyakit itu bisa membahayakan keturunannya,” tambah dr Joko.
“Kalau dinas yang penting screening, kita periksa jika dia terindikasi reaktif dan kemudian kita obati HIV-nya dengan obat dari pemerintah. Dari screening ini gratis, kemudian kita tawarkan pengobatan dan kasih obat juga secara gratis. Tapi rata-rata kalau dijaring ada sudah tidak mau, apalagi kalau minum obat seumur hidup. Kenapa seumur hidup, karena kalau udah kena HIV itu akan kena selamanya,” imbuhnya.
Sementara itu, pihaknya menilai pelaku prostitusi atau penjajah seks juga dihadapkan pada kondisi ekonomi, sehingga terpaksa melakukan pekerjaan tersebut.
“Yang mana sebenarnya kalau kita selidiki orang-orang penjajah seks ini kan tidak butuh hanya dengan kesehatan, tapi butuh dengan secara ekonomi. Karena dia juga mencari penghasilan dan lain-lain. Berbeda kalau dia tau, gak mungkin akan melakukan pekerjaan itu. Tapi karena terpaksa dan mudah dia lakukan ya ya sudah pasti akan dilakukan,” tutupnya. (*)