palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar atau Uceng mengatakan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tentang pelanggaran kode etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya dapat menjadi tamparan bagi masyarakat agar tak memilih kandidat yang melanggar etik.
“Saya kira ya satu-satunya mengkonversi dari pelanggaran etik itu menjadi penghukuman di bilik suara sementara waktu, sembari memang ke depan saya kira memang ada kewajiban besar untuk memperbaiki mulai dari impeachment-nya, membincangkan presiden, kemudian termasuk menjaga kepesertaan-kepesertaan kepemiluan seperti ini,” kata Uceng dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (6/2).
Uceng menjelaskan Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) masih ada yang hal yang belum termuat sehingga perlu diperbaiki.
“Karena memang kita udah teriakkan cukup cukup lama sebenarnya Undang-undang 7 2017 ini enggak lengkap, enggak bagus. Tapi, kemudian partai politiknya malah sepakat waktu itu kan, mereka malah sepakat untuk menggunakan undang-undang yang sama untuk Pemilu 2024. Padahal kita tahu alasan itu pun agak politis,” jelas Uceng.
Selanjutnya, ia mengatakan meski pencalonan Gibran Rakabumingraka sebagai wakil calon presiden nomor urut 02 melalui proses cacat etik tetap dianggap sah.
“Pemilu tinggal sembilan hari, padahal untuk mengubah itu kan sudah enggak mungkin. Sekurang-kurangnya 60 hari kan sebenarnya kalau kita pakai undang-undang dan PKPU bahkan kalau kandidat meninggal kan udah enggak bisa diganti tuh, kalau H-60,” tandasnya.
Lebih lanjut, sang pakar menyebutkan pelanggaran kode etik tidak dapat dikonversi secara hukum sehingga tidak ada acuan sanksi yang jelas dalam kasus ini bagi Gibran.
“Kita tidak punya konteks aturan implikasi yang jelas dari pelanggaran etik itu dikonversi menjadi apa implikasi hukumnya,” ujar Uceng.
Redaksi palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com