Momentum Maulid: Tradisi Sekaten Yogyakarta, Warisan Budaya Bernuansa Religius

palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.comYogyakarta dikenal sebagai kota pelajar yang memiliki tradisi keagamaan dan kebudayaan yang kuat. Salah satu tradisi yang hingga kini masih terjaga adalah Sekaten, sebuah perayaan yang diselenggarakan setiap bulan Rabiul Awal dalam tahun Hijriyah untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini tidak hanya bernilai religius, tetapi juga menjadi daya tarik budaya yang menyatukan masyarakat dari berbagai kalangan.

Mengutip dari Kumparan, Sekaten bermula dari masa Kesultanan Demak pada abad ke-15. Saat itu, Wali Songo menggunakan pendekatan budaya untuk menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa.

Sunan Kalijaga memperkenalkan gamelan sebagai media dakwah. Dengan alunan gamelan, masyarakat Jawa yang awalnya hanya datang untuk menikmati musik perlahan diajak mengenal dan mencintai Islam.

Tradisi ini kemudian diteruskan oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Di Yogyakarta, Sekaten mulai diselenggarakan sejak berdirinya Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1755 di bawah Sultan Hamengkubuwono I.

Perayaan Sekaten biasanya berlangsung selama sepekan penuh, dimulai dengan prosesi Miyos Gongso, yaitu keluarnya gamelan pusaka keraton bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo.

Gamelan ini kemudian ditempatkan di halaman Masjid Gedhe Kauman untuk dimainkan secara bergantian.

Setiap malam, ribuan masyarakat berbondong-bondong datang untuk mendengarkan alunan gamelan yang khas. Selain itu, Sekaten juga diisi dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW serta ceramah keagamaan yang mengingatkan umat pada teladan Rasulullah.

Puncak acara Sekaten ditandai dengan Grebeg Maulid, yaitu arak-arakan gunungan hasil bumi dari keraton menuju Masjid Gedhe. Gunungan ini kemudian diperebutkan masyarakat sebagai simbol keberkahan.

Sekaten memiliki makna filosofis yang dalam. Dari sisi spiritual, tradisi ini adalah bentuk penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dari sisi budaya, Sekaten memperlihatkan akulturasi antara Islam dan tradisi Jawa.

Kehadiran gamelan, prosesi keraton, dan nuansa religius menjadikan Sekaten unik karena mampu menggabungkan dua identitas tersebut tanpa saling menghilangkan.

Selain itu, Sekaten juga memiliki nilai sosial. Perayaan ini menjadi ajang kebersamaan dan gotong royong masyarakat. Keramaian yang tercipta di sekitar alun-alun utara Yogyakarta mulai dari pasar malam hingga berbagai hiburan rakyat, memperlihatkan keterlibatan semua lapisan masyarakat.

Kini Sekaten tidak hanya bernilai religius, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya. Ribuan wisatawan domestik maupun mancanegara menyempatkan diri untuk menyaksikan prosesi ini.

Menurut data Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, perayaan Sekaten selalu berhasil menarik puluhan ribu pengunjung setiap tahunnya, baik untuk menyaksikan pementasan gamelan keraton maupun untuk menikmati pasar malam yang menjadi bagian dari tradisi.

Meskipun zaman terus berubah, Keraton Yogyakarta tetap menjaga kemurnian nilai-nilai utama Sekaten. Tradisi ini bukan sekadar pesta rakyat, melainkan juga sarana dakwah, pembelajaran budaya, dan bentuk syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sekaten adalah cerminan dari kearifan lokal Yogyakarta dalam merawat warisan budaya Islam sekaligus tradisi Jawa.

Dengan perpaduan antara alunan gamelan, prosesi keraton, dan suasana religius, Sekaten terus hidup sebagai identitas budaya sekaligus simbol spiritualitas masyarakat Yogyakarta.

Lebih dari sekadar perayaan, Sekaten adalah pengingat bahwa agama dan budaya dapat berjalan berdampingan dalam harmoni, serta menjadi jembatan penghubung antara masa lalu dan masa kini. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati