Pemerintah Ungkap Banyak PHK Terjadi karena Aturan Ini

palevioletred-jellyfish-458835.hostingersite.com – Kementerian Perindustrian mengungkapkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi karena beberapa aturan.

Diantaranya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan menjelaskan jika aturan ini diberlakukan makan produksi akan menurun, padahal warung kelontong setiap harinya menjual rokok.

Keuntungan penjualan akan menurun jika terdapat larangan berjualan produk tembakau radius 200 meter.

“Artinya kalau dari sisi market ada tekanan itu akan berdampak kepada sisi produksi. Sisi produksi ada tekanan, akan berdampak kepada tenaga kerja. Tenaga kerja, ada dampak di tenaga kerja ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jadi, ya ini secara keseluruhan akan berdampak kepada perekonomian nasional kita,” kata Merri.

Kebijakan ini juga akan menekan sisi produksi, berimbas pada efisiensi dimana-mana termasuk juga tenaga kerja.

Ia lantas mempertanyakan keputusan pemeintah yang menekan industri tembakau usai Covid-19 melanda.

“Kalau tadi itu (potensi PHK) pasti ada. Kalau memang pasar kita berkurang, penjualan berkurang pasti dari sisi produksi kan dikurangi. Pengurangan produksi ini akan membuat satu kebijakan khusus di industri masing-masing untuk melakukan efisiensi di mana-mana. Efisiensi itu ya pada akhirnya juga akan melakukan efisiensi di tenaga kerja,” jelasnya.

PHK disebut tidak hanya terjadi di industri tembakau saja, melainkan industri pendukungnya, seperti industri kertas dan industri filter. Alhasil, banyak warga yang menganggur karena PHK yang dilakukan.

“Dan banyak masyarakat Indonesia yang bergantung kehidupannya kepada sektor industri hasil tembakau ini. Baik itu dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja langsung di industri hasil tembakaunya dan pekerja di industri-industri pendukungnya, seperti di industri kertas, industri filter. Itu banyak. Jadi, harus mempertimbangkan,” terangnya.

Ternyata, dalam pembuatan kebijakan tersebut, Kemenparin tidak dilibatkan. Pihaknya juga disebut aktif dalam  pembahasan terkait PP 28/2024 mulai dari September 2023 hingga April 2024. Namun, sering kali pendapatnya tidak didengar.

“Kami Kemenperin aktif dalam pembahasan PP 28/2024 dari September 2023 sampai terakhir itu di April 2024, kami ikut serta. Namun satu hal yang kami sangat disayangkan ternyata suara Kemenperin tidak terlalu didengar,” terangnya.

“Jadi kemarin waktu public hearing pun kami tidak diundang yang menurut teman-teman dari Kemenkes mereka kelupaan mengundang kami. Sebetulnya kan ada dua tahapan diskusi, tahapan pertama terkait industri hasil tembakau, tahapan keduanya itu terkait GGL. Dan di GGL pun kami juga tidak diundang. Artinya kelupaannya tuh berulang,” ujar dia. (*)